Minggu, 23 Maret 2014

Some experience huh?


      Nah, kali ini saya mau bahas sesuatu tentang pengalaman saya yang tentunya berhubungan dengan teori seorang tokoh psikologi yaitu Bronfenbrenner. Lalu apa sih sebenarnya teori Bronfenbrenner yang akan saya bahas? Jawabannya adalah teori ekologi yang terdiri dari mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem dan yang terakhir adalah kronosistem.

             Dalam setting mikrosistem, saya di didik dalam sebuah keluarga yang dapat dikatakan berdisiplin, dimana saya harus mematuhi peraturan dari diri sendiri maupun peraturan rumah. Termasuk ayah saya yang mendidik saya bagaimana seharusnya saya menjalani kehidupan dengan cara menceritakan pengalamannya semasa muda dulu agar saya tidak salah langkah dalam menjalani kehidupan saya. Begitu pula dengan cara hidup berdampingan dengan orang lain yang berada disekitar saya, bagaimana caranya berinteraksi dengan orang yang lebih tua, lebih muda, maupun yang sebaya. Serta pada saat sekolah, saya selalu mengupayakan agar saya dapat diterima dalam keluarga besar sekolah saya dengan baik, tentunya saya harus memikirkan timbal balik antara saya dan orang lain, dimana saya harus mengerti apakah respon yang akan terjadi jika saya melakukan suatu hal terhadap teman, guru, serta semua orang yang memiliki andil dalam sekolah saya.

         Dalam setting mesosistem, saya mengaplikasikan pengalaman yang saya dapatkan dalam keluarga ke sekolah. Seperti yang telah saya sebutkan diatas, saya di didik untuk disiplin dirumah jadi saya juga harus disiplin disekolah, terutama dalam hal waktu, bukannya mau menyombingkan diri, tapi selama saya sekolah, saya belum pernah terlambat. Tapi dalam hal pelajaran matematika, itu lain lagi ceritanya. Walaupun ayah dan ibu saya sudah mengajari saya hitung menghitung sejak kecil, saya masih tetap kesulitan dalam pelajaran yang menggunakan teknik penghitungan dan bisa dibilang itulah kelemahan akademis saya. Tentunya setiap orang memiliki kelemahan dan kelebihannya sendiri, kelebihan saya disekolah ada pada segi fisik, tetapi bukan permainan olahraga, tapi kegiatan yang melibatkan aktivitas fisik yang besar. Seperti dalam pelatihan Paskibra, beladiri, dan napak tilas. Bahkan karena terlalu terobsesi dengan latihan fisik mental, saya lebih sering menghabiskan waktu untuk latihan fisik dirumah.

         Nah, dalam setting eksosistem, saya tidak berperan aktif karena dalam setting ini perkembangan atau proses belajar akan didukung oleh peran orang lain seperti guru, kepala sekolah, dan lain-lain. Seperti pada saat mata pelajaran kimia disekolah, guru kimia yang satu ini memberi suatu metode agar kami mampu memahami dan menghafal rumus kimia dari beberapa benda seperti air, gula, urea, garam, dan sebagainya dengan cara memberi tugas mingguan, yaitu harus membuat sepuluh rumus kimia dalam sebuah notes. Tugas ini dapat dikatakan efektif karena dapat mempermudah siswa dalam mengikuti mata pelajaran ini kedepannya, tapi jika boleh jujur,karena sudah lama tidak mengulangi pelajaran itu saya sudah lupa dengan pembahasannya. Well, lancar kaji karena diulang.

          Setting berikutnya adalah makrosistem,  dalam setting ini yang dibahas adalah sisi sosioekonomi dan peran etnis dalam perkembangan individu. Nah, saya akan mencoba menghubungkan pengalaman saya dengan sisi sosioekonomi. Pada masa adaptasi saya dengan dunia perkuliahan, saya masih terbawa keadaan dirumah yang selalu ada segala sesuatunya. Jadi selama masa adaptasi, saya tergolong boros dan saya merasa kegiatan akademik saya terganggu karena fikiran saya jadi bercabang sekian banyak, apalagi jika memikirkan segi finansial. Namun seiring berjalannya waktu, saya mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan baru dan kehidupan saya yang baru, dan hal yang melegakan adalah kegiatan akademis saya kembali stabil karena fikiran saya tidak terganggu masalah finansial yang saya rasa sangat mengganggu. Kan nggak lucu juga ketika belajar filsafat yang difikirkan bukan socrates malah uang makan.

         Kronosistem, adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan individu. Kita dapat mengobservasi sendiri perbedaan antara generasi pendidikan kita dan pendidikan orang tua kita dimasa lalu, dimana pada masa kita sudah disambut dengan teknologi yang memadai untuk mendukung proses belajar kita. Tentu hal ini sangat berbeda dengan masa orang tua kita pada masanya. Dalam posting saya sebelumnya, saya membahas tentang e-learning dan sekarang saya akan berbagi sedikit pengalaman saya ketika melakukan e-learning. Dalam proses belajar e-learning, tentunya harus didukung dengan jaringan internet yang cepat agar proses pembelajaran dapat terlaksana denngan baik, tapi kenyataannya di negara kita ini jaringannya sering disebut lelet  karena begitu lambat, tapi memang proses belajar e-learning harus dapat diterapkan agar kita sebagai generasi muda yang sudah dimanjakan dengan teknologi canggih untuk mendukung proses belajar. Ketika saya mengeluhkan tentang hal ini, dosen saya menjawab “itulah tantangannya”. Well, benar juga sih. Kalau hidup ini terlalu flat kan nggak enak juga.


 Oke, sekian post saya kali ini dalam blog PsychoPath ini, semoga berguna buat para readers.

Rabu, 12 Maret 2014

Psikologi Pendidikan dan Teknologi

Psikologi Pendidikan dan Teknologi
Pada era modern abad ke-21 ini, pendidikan tidak hanya didapat dengan cara bertatap muka maupun dari buku yang tebal. Karena pada saat ini sudah banyak beredar e-book, serta program atau teknik pembelajaran yang menggunakan gadget seperti e-learning. Oleh karena itu, disini saya akan memaparkan teknik-teknik pembelajaran di era modern ini.

E-book
      E-book atau electronic book ini adalah suatu aplikasi yang membuat kita tidak harus membawa buku-buku tebal yang berat. Karena biasanya para pelajar baik dari taraf siswa sampai mahasiswa mengeluh ketiak harus membawa buku-buku mereka yang tebal ke tempat mereka melakukan proses pembelajaran. Dengan menggunakan aplikasi e-book, para pelajar tidak perlu lagi membawa buku-buku yang tebal melainkan dengan membawa gadget seperti laptop, smartphone, android, tablet, dan lain sebagainya. Jadi, para pelajar tidak perlu khawatir akan buku-buku tebal yang memberatkan tas mereka lagi, karena sudah tercipta salah satu aplikasi yang dapat mempermudah proses belajar dan mengajar mereka. Namun, e-book juga masih memiliki kekurangan seperti :

· 1. Ada beberapa edisi buku yang belum dibuat e-booknya.

· 2. E-book memiliki berbagai format, yang terlihat dari extension filenya seperti pdf, txt, doc, chm, dejavue, iSilo, dan lain-lain. Hal ini membuat dibutuhkan berbagai aplikasi berbeda untuk membukanya maupun membuatnya.Misal untuk format PDF, untuk membacanya umumnya menggunakan Acrobat dari Adobe. Untuk membuatnya menggunakan aplikasi sejenis PDF writer.

· 3. Mata yang tidak terbiasa untuk membaca di monitor. Hal ini membuat kebanyakan orang cenderung mencetak e-book dengan printer,  setelah membaca beberapa halaman dari e-book.

· 4. Jika biasanya ingin membaca buku kita ingin dalam kondisi nyaman, seperti tiduran, duduk santai di sofa,  dan tiduran di lantai. Hal ini tidak bisa kita lakukan dengan e-book, karena kita harus menatap PC atau laptop, dan terkadang kita tidak tahan untuk berlama-lama menatap monitor.

E- learning
Sistem pembelajaran elektronik atau Electronic learning dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah di dunia maya. E-learning merupakan suatu perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan e-learning, pelajar tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari pengajar secara langsung. E-learning juga dapat mempersingkat jadwal target waktu pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh sebuah program studi atau program pendidikan. E-learning juga dapat mempermudah interaksi antara pelajar dengan materi, peserta didik dengan pengajar maupun sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran. Dalam e-learning, faktor kehadiran guru atau pengajar otomatis menjadi berkurang atau bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan karena yang mengambil peran guru adalah komputer dan panduan-panduan elektronik yang dirancang oleh "contents writer", designer e-learning dan pembuat program.
Dengan adanya e-learning para pengajar akan lebih mudah :

1.   Melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir.

2.   Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan wawasannya.

3.   Mengontrol kegiatan belajar peserta didik.

Kehadiran guru sebagai makhluk yang hidup yang dapat berinteraksi secara langsung dengan para murid telah menghilang dari ruang-ruang elektronik e-learning ini. Inilah yang menjadi ciri khas dari kekurangan e-learning yang tidak bagus. Sebagaimana asal kata dari e-learning yang terdiri dari e (elektronik) dan learning (belajar), maka sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.


Mungkin itu saja yang dapat saya paparkan tentang proses pembelajaran yang menggunakan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dan seiring perkembangan zaman, mungkin akan diciptakan teknik-teknik pembelajaran yang lebih modern, efektif, serta efisien. Oleh karena itu sebagai generasi muda, kita harus lebih sensitif terhadap perkembangan teknologi agar tidak terkesan gaptek.

Sabtu, 01 Maret 2014

Ciri dan Sifat Manusia dari Sisi Psikologis

Ciri dan Sifat Manusia

Manusia tidak berbeda dengan binatang dalam kaitan dengan fungsi tubuh dan fisiologisnya. Fungsi-fungsi kebinatangan di tentukan oleh naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya di tentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola-polatindakannya dan semakin kurang lengkap penyesuaian struktural yang harus dilakukan pada saat lahirnya.

Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang apapun. Tetapi tidak memahami siapa sebenarnya manusia itu bukan persoalan yang mudah. Ini terbukti dari pembahasan manusia tentang dirinya sendiri yang telah berlangsung demikian lama. Barangkali sejak manusia di beri kemampuan berfikir secara sistematik, pertanyaannya tentang siapakah dirinya itu mulai timbul. Namun informasi secara tertulis tentang hal ini baru terlacak pada masa para pemikir kuno Romawi yang konon dimulai dari Thales (abad 6 SM).

Para ahli pikir berbeda pendapat dalam mendefinisikan manusia. Perbedaan disebabkan oleh kenyataan dan peran, multi dimensional yang dimainkan manusia. Kecenderungan para ahli pikir hanya meninjau dari sisi yang menjadi titik pusat perhatiannya dan mengabaikan sisi lainnya. Pada zaman modern pendefenisian manusia banyak di lakukan oleh mereka yang menekuni bidang psikologi.

Teori psikoanalisis mengatakan bahwa manusia sebagai homo volens (manusia berkeinginan). Manusia adalah makhluk yang memiliki prilaku hasil interaksi antara komponen Id, ego, dan superego. Didalam diri manusia terdapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).

Teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mechanicus menyebut bahwa manusia sebagai homo mechanicus (manusia mesin). Reaksi terhadap intropeksionisme (aliran yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak nampak). Behaviorisme ingin menganalisis prilaku yang nampak saja, yang di ukur, di lukiskan dan di ramalkan. Segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak di sebabkan aspek rasional dan emosionalnya.
Teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berfikir). Manusia tidak dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Padahal berfikir, memutuskan, menyatakan, memahami dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.


Teori humanisme menyebut manusia sebagai homo ludens (manusia bermain). Aliran ini mengecam manusia psikoanalisis dan behaviorisme karena keduanya dianggap tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan seperti cinta, kreativitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualitaskan diri. Perdebatan di kalangan para ilmuan terus berlangsung dan tidak menemukan satu kesepakatan yang tuntas. Manusia tetap menjadi misteri yang paling besar dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan sampai sekarang.