Nah, kali ini saya mau bahas sesuatu tentang pengalaman saya
yang tentunya berhubungan dengan teori seorang tokoh psikologi yaitu
Bronfenbrenner. Lalu apa sih sebenarnya teori Bronfenbrenner yang akan saya
bahas? Jawabannya adalah teori ekologi yang terdiri dari mikrosistem,
mesosistem, eksosistem, makrosistem dan yang terakhir adalah kronosistem.
Dalam setting
mikrosistem, saya di didik dalam sebuah keluarga yang dapat dikatakan
berdisiplin, dimana saya harus mematuhi peraturan dari diri sendiri maupun
peraturan rumah. Termasuk ayah saya yang mendidik saya bagaimana seharusnya
saya menjalani kehidupan dengan cara menceritakan pengalamannya semasa muda
dulu agar saya tidak salah langkah dalam menjalani kehidupan saya. Begitu pula
dengan cara hidup berdampingan dengan orang lain yang berada disekitar saya,
bagaimana caranya berinteraksi dengan orang yang lebih tua, lebih muda, maupun
yang sebaya. Serta pada saat sekolah, saya selalu mengupayakan agar saya dapat
diterima dalam keluarga besar sekolah saya dengan baik, tentunya saya harus
memikirkan timbal balik antara saya dan orang lain, dimana saya harus mengerti
apakah respon yang akan terjadi jika saya melakukan suatu hal terhadap teman,
guru, serta semua orang yang memiliki andil dalam sekolah saya.
Dalam setting mesosistem, saya mengaplikasikan
pengalaman yang saya dapatkan dalam keluarga ke sekolah. Seperti yang telah
saya sebutkan diatas, saya di didik untuk disiplin dirumah jadi saya juga harus
disiplin disekolah, terutama dalam hal waktu, bukannya mau menyombingkan diri,
tapi selama saya sekolah, saya belum pernah terlambat. Tapi dalam hal pelajaran
matematika, itu lain lagi ceritanya. Walaupun ayah dan ibu saya sudah mengajari
saya hitung menghitung sejak kecil, saya masih tetap kesulitan dalam pelajaran
yang menggunakan teknik penghitungan dan bisa dibilang itulah kelemahan
akademis saya. Tentunya setiap orang memiliki kelemahan dan kelebihannya
sendiri, kelebihan saya disekolah ada pada segi fisik, tetapi bukan permainan
olahraga, tapi kegiatan yang melibatkan aktivitas fisik yang besar. Seperti dalam
pelatihan Paskibra, beladiri, dan napak tilas. Bahkan karena terlalu terobsesi
dengan latihan fisik mental, saya lebih sering menghabiskan waktu untuk latihan
fisik dirumah.
Nah,
dalam setting eksosistem, saya tidak berperan aktif karena dalam setting ini
perkembangan atau proses belajar akan didukung oleh peran orang lain seperti
guru, kepala sekolah, dan lain-lain. Seperti pada saat mata pelajaran kimia
disekolah, guru kimia yang satu ini memberi suatu metode agar kami mampu
memahami dan menghafal rumus kimia dari beberapa benda seperti air, gula, urea,
garam, dan sebagainya dengan cara memberi tugas mingguan, yaitu harus membuat
sepuluh rumus kimia dalam sebuah notes. Tugas ini dapat dikatakan efektif
karena dapat mempermudah siswa dalam mengikuti mata pelajaran ini kedepannya,
tapi jika boleh jujur,karena sudah lama tidak mengulangi pelajaran itu saya
sudah lupa dengan pembahasannya. Well, lancar kaji karena diulang.
Setting
berikutnya adalah makrosistem, dalam
setting ini yang dibahas adalah sisi sosioekonomi dan peran etnis dalam
perkembangan individu. Nah, saya akan mencoba menghubungkan pengalaman saya
dengan sisi sosioekonomi. Pada masa adaptasi saya dengan dunia perkuliahan,
saya masih terbawa keadaan dirumah yang selalu ada segala sesuatunya. Jadi selama
masa adaptasi, saya tergolong boros dan saya merasa kegiatan akademik saya
terganggu karena fikiran saya jadi bercabang sekian banyak, apalagi jika
memikirkan segi finansial. Namun seiring berjalannya waktu, saya mulai bisa
beradaptasi dengan lingkungan baru dan kehidupan saya yang baru, dan hal yang
melegakan adalah kegiatan akademis saya kembali stabil karena fikiran saya
tidak terganggu masalah finansial yang saya rasa sangat mengganggu. Kan nggak
lucu juga ketika belajar filsafat yang difikirkan bukan socrates malah uang makan.
Kronosistem,
adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan individu. Kita dapat
mengobservasi sendiri perbedaan antara generasi pendidikan kita dan pendidikan
orang tua kita dimasa lalu, dimana pada masa kita sudah disambut dengan
teknologi yang memadai untuk mendukung proses belajar kita. Tentu hal ini
sangat berbeda dengan masa orang tua kita pada masanya. Dalam posting saya
sebelumnya, saya membahas tentang e-learning dan sekarang saya akan berbagi
sedikit pengalaman saya ketika melakukan e-learning. Dalam proses belajar
e-learning, tentunya harus didukung dengan jaringan internet yang cepat agar
proses pembelajaran dapat terlaksana denngan baik, tapi kenyataannya di negara
kita ini jaringannya sering disebut lelet
karena begitu lambat, tapi memang
proses belajar e-learning harus dapat diterapkan agar kita sebagai generasi
muda yang sudah dimanjakan dengan teknologi canggih untuk mendukung proses
belajar. Ketika saya mengeluhkan tentang hal ini, dosen saya menjawab “itulah
tantangannya”. Well, benar juga sih. Kalau hidup ini terlalu flat kan nggak
enak juga.
Oke,
sekian post saya kali ini dalam blog PsychoPath ini, semoga berguna buat para readers.